Andai Aku Menjadi Dian Pelangi
Pikiranku tak bisa lepas dari kejadian
tadi siang. Pertemuanku dengan gadis berkerudung merah, di warung sebelah
pabrik. Perempuan muda yang lugu. Senyum dan mimpi yang sempat ia ungkapkan,
membuatku seolah terseret pada masa lalu. Ketika aku baru lulus SMK.
“Mbak! Mbak mirip sama Mbak Dian
Pelangi, ih!” serunya sok akrab. Aku hampir saja tersedak mendengarnya. Untung
aku ke kafe sendirian tadi.
“Oh iya, Mbak. Pernah ketemuan langsung
sama Mbak Dian, enggak? Aku pengen banget ketemu. Kalau kulihat-lihat, wajahnya
mirip aku juga, ya! Jadi kalau kita dijejer bertiga, kita kayak kakak beradik,
dong! Hihihi… eh, bukan kakak beradik. Tapi aku adik kalian. Mbak dan Mbak Dian
kembaran, terus aku jadi adiknya, deh! Hahaha!” cerocosnya ceria. Aku tertawa
kecil.
“Kenapa kamu pengen ketemu sama Dian?”
tanyaku. Mungkin dia karyawan di sini, jadi benar-benar belum pernah melihatku
secara langsung.
“Siapa
yang enggak pengen ketemu sama idolanya, Mbak? Kalau aku ketemuan sama Mbak
Dian, aku pengen tanya, rahasia kesuksesannya,” ujarnya. Masih dengan semangat
yang sama.
“Kamu pasti bisa kayak dia. Kamu lulusan
SMK, kan? Dian juga. Jadi modal dasar kalian sama,” aku mencoba memberi
dukungan.
“Tapi Mbak Dian anak orang kaya,
sedangkan aku bukan,” suaranya melemah. Ia menunduk sambil memainkan ujung
jilbabnya.
“Okelah jika memang itu kamu anggap
perbedaan. Tapi perbedaan itu akan semakin tipis jika kamu berusaha lebih keras
dari dia. By the way, kamu suka membuat desain, enggak?”
“Suka banget, Mbak! Lihat, ini desainku!”
serunya sambil mengeluarkan sesuatu dari tas punggungnya. Aku mengamati
desain-desain unik itu. Cantik. Kurasa ia berbakat.
“Eh, kok aku berasa ngobrol sama Mbak
Dian langsung, ya? Jangan-jangan…,” gadis itu mengamatiku lebih teliti.
“Tapi, kayaknya enggak mungkin Mbak Dian
mau makan di warung beginian. Dia kan yang punya pabrik ini. Lagian, Mbak Dian
kan sibuk!” ujarnya meralat pernyataannya sendiri. Aku tersenyum lebar.
Ah
Dik, suatu saat jika waktunya lebih memungkinkan, aku akan mengundangmu ke
ruanganku. Maaf, saat ini aku sedang agak sibuk. Esok petang sudah harus
terbang ke Paris, mengikuti International Fair di sana.***